header umma faha

Perjalanan Pertamaku (Bagian Dua)

Posting Komentar
pengalaman pertamaku bagian tiga

Restu menginap jelas tidak aku dapatkan dari Bapak. Aku sudah cukup senang Bapak mengijinkan pergi di hari Minggu. Aku tahu Bapak bukan hanya menyayangiku. Lebih dari itu beliau belum siap berpisah denganku lagi.

Setahun lagi aku akan duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Jelas semua ini tidak mudah bagiku. Remaja seusiaku sudah banyak yang bepergian tanpa pendampingan. Berbeda denganku yang hanya dapat pergi dengan Bapak atau Bang Malik.

Pagi ini bang Malik datang lebih awal. Bahkan aku tidak sempat merasakan deg-degan khawatir dia akan terlambat. Selepas menjabat tangan Bapak, aku menghambur keluar. Bang Malik meraih tas ranselku yang hari ini terlihat lebih besar.

“Neng, mau pergi berapa lama gede bener tasnya?”

“Masak sih bang?” Tanyaku balik

Semalam Bapak pulang membawakan sekantong plastik snack untukku. Ia berujar agar aku tidak perlu beli jajan nanti. Aku senang Bapak benar-benar merestui kepergian.

“Gila Sa, bahkan Rahma belum datang kau sudah sampai.” Tanya Danu yang sedang berjalan ke arahku.

“Kata siapa?” Tanya Rangga ada Danu sembari berjalan bersama Rahma.

“Hihihi, aku yang telat ya.” Tanya Danu yang kami sambut dengan gelak tawa.

“Sini, aku bawakan Sa.” Sembari Rangga meraih tasku dengan paksa.

Kendaraan yang membawa kami pergi sudah datang. Beberapa saat yang lalu, kendaraan itu datang bersama Danu. Lalu putar balik dan menunggu di ujung jalan.

“Sa, kamu duduk di depan saja, apa lagi ini perjalanan pertamamu.” Perintah Danu sedikit berteriak sembari merapikan barang.

“Iya Sa, biar kamu bisa lihat pemandangan.” Rahma menimpali.

Aku menjawab mereka dengan anggukan. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa deg-degan. Sesampainya dimobil aku segera membuka pintu depan.

“Pagi kak.” Sapaku pada Kang Ruslan, sepupu Danu yang mengantar kami hari ini.

“Pagi, Sa, duduk yang nyaman, perjalanan jauh akan kita mulai.” Seru Kang Ruslan semangat.

“Pakai, sabuk pengaman kalian, petualangan akan segera dimulai.” Kang Ruslan mengomando kami semua.

Rangga mulai bersenandung lagu kesukaannya dari kursi tengah. Danu yang berada di kursi paling belakang ikut bersaut. Rahma lebih memilih memejamkan matanya sembari bersandar pada kursi. Kang Ruslan kemudian menyalakan radio dalam mobil. Suara penyair yang nyaring segera membahana.

Suara Rangga dan Danu ikut menghilang bersama mimpi masing-masing. Aku sendiri tak bisa mengalihkan pandanganku ke depan. Pohon-pohon sedang berbisik mengantarku pergi. Matahari terlihat menembus kabut menerangi jalan kami.

Persawahan kemudian menjadi pemandanganku selanjutnya. Tanaman padi terlihat sepanjang mata memandang. Padi-padi tersebut terlihat sudah mulai menguning. Tidak banyak kendaraan yang kami temui selama perjalanan. Rasanya jalan ini hanya milikku seorang.

Setelah sejam perjalanan, beberapa bangunan mulai terlihat. Terlihat kios-kios berjajar di sepanjang jalan. Keramain di depan pasar sempat menghentikan perjalanan kami. Mobil terus berderu menembus kota.

“Sebentar lagi sampai Sa.” Seru Kang Ruslan dari balik kemudi.

“Benarkah Kang.” Tanyaku sembari menoleh melihat Rangga, Rahma maupun Danu mulai terbangun dari tidurnya.

“Gak usah buru-buru Sa, duduk manis dulu aja.” Teriak Danu dari bangku belakang.

Tanpa butuh waktu lama, mobil memasuki sebuah komplek yang sangat berbeda dari yang selama ini kami lewati. Bau semerbak mulai masuk ke dalam hidungku. Aku segera meraih masker yang ada di dalam saku jaketku.

Tiba-tiba muncul seorang anak mengetuk jendela tempatku duduk. Rahma yang mulai turun dari mobil langsung memberi mengisyaratkan pada anak tadi untuk mundur dahulu. Rahma kemudian membuka pintuku dan membantu turun.

"Pelan-pelan saja." Kata Rangga menghambur pergi bersama anak tadi. 

"Kang, nanti jemput jam biasa ya." Perintah Danu pada Kang Ruslan

"Gak usah ngoyo Sa." Ucap Kang Ruslan sambil membawa mobilnya berlalu. 


Bersambung ~~~


Related Posts

Posting Komentar